TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL, KEBIJAKAN, TUJUAN KEBIJAKAN
TEORI
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
sumber 1http://www.ilmuekonomi.net
Teori Klasik
1. Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith (1937) menjelaskan bahwa suatu
negara akan bertambah kekayaan jika sejalan dengan peningkatan keterampilan dan
efisiensi keterlibatan para tenaga kerja dan penduduk di negara tersebut dalam
proses produksi. Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan absolut ketika
negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi dengan negara
lain.
2. Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif diperkenalkan oleh
David Ricardo (1971) yang menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat
terjadi walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut. Berbeda dengan
teori keunggulan absolut yang dikembangkan oleh Adam Smith (1937), Ricardo
(1971) menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan
jika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut, cukup dengan memiliki
keunggulan komparatif pada harga untuk suatu komoditi yang relatif berbeda
(Helpman, 2010).
Teori Modern
Teori Heckscher – Olin (H-O)
Perubahan dalam teori perdagangan internasional
muncul ketika seorang sejarawan ekonomi asal Swedia, Eli Heckscher dan muridnya
Bertil Olin mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang
belum sempat dijelaskan oleh David Ricardo (1971). Heckscher – Olin (1919)
mengembangkan model ekonomi dengan menyatakan penyebab adanya perbedaan
produktivitas karena adanya perbedaan proporsi faktor tenaga kerja, modal, dan
tanah yang dimiliki oleh suatu negara. Teori Heckscher–Olin dikenal dengan “The
Proportional Factor Theory” dimana negara dengan faktor produksi relatif tinggi
dan murah dalam biaya produksi akan melakukan spesialisasi produksi untuk
melakukan ekspor. Sebaliknya negara dengan faktor produksi relatif langka dan
mahal dalam biaya produksi akan melakukan impor (Helpman, 2010).
KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERASIONAL
Kebijakan
Perdagangan Internasional mencakup segala tindakan atau kebijakan ekonomi
pemerintah untuk memengaruhi arah, komposisi, serta bentuk kegiatan ekspor/impor
barang dan jasa yang tercatat dalam neraca perdagangan internasional. Berikut
ini beberapa kebijakan perdagangan internasional, namun beberapa diantaranya
sudah tidak diperkenankan lagi karena dianggap melanggar prinsip perdagangan
bebas dunia.
1.
Kebijakan Tarif
Tarif merupakan pembebanan pajak (custom
duties) terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara.
Tarif digolongkan menjadi:
a)
Bea Ekspor (export duties), yaitu pajak/bea
yang dikenakan atas barang yang diangkut ke negara lain.
b)
Bea Impor (import duties), yaitu pajak/bea yang
dikenakan atas barang yang masuk dalam wilayah pabean (custom area) suatu
negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.
Berdasarkan jenisnya, tarif terdiri atas:
a)
Ad
Valorem Duties, yaitu bea pabean yang tingginya dinyatakan
dalam persentase (%). Persentase ini dihitung berdasarkan nilai barang yang
dikenai bea tersebut.
b)
Specific
Duties, yaitu bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik
barang.
c) Specific Ad Valorem Duties atau Compound Duties, yaitu kombinasi antara Specific Duties dan Ad Valorem Duties. Misalnya, suatu barang dikenakan 10% tarif Ad Valorem Duties ditambah Rp 50.000,-
untuk setiap unitnya (Specific Duties).
2.
Kebijakan Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap
barang yang masuk (sebagai kuota impor) atau barang yang keluar (kuota ekspor).
Kuota dapat digolongkan menjadi :
a.
Kuota Impor
Tujuannya
adalah membatasi jumlah barang impor yang akan beredar di pasar dalam negeri.
Jika barang impor berlebihan, dikhawatirkan akan menjatuhkan harga barang
sejenis produk dalam negeri.
b.
Kuota Ekspor
Dilakukan
karena beberapa hal :
1.
Adanya pembatasan impor di negara tujuan eskpor
2.
Menjamin tersedianya barang di dalam negeri
dalam jumlah yang cukup
3.
Larangan Ekspor atau Impor
Kebijakan larangan impor bertujuan untuk
melindungi produsen di dalam negeri. Bisa juga larangan impor diberlakukan
untuk barang – barang yang dapat merugikan masyarakat, misalnya minuman alcohol
dan limbah berbahaya. Sedangkan larangan ekspor dimaksudkan untuk melindungi
konsumen di dalam negeri, terutama jika kebutuhan di dalam negeri belum
tercukupi.
4.
Subsidi dan Premi Ekspor
Pemerintah memberikan subsidi untuk keperluan
ekspor, bik secara terang-terangan maupun secara terselubung, sehingga biaya
produksi dapat ditekan dan harga jual ekspor lebih murah. Contoh subsidi secara
terselubung adalah pengenaan tingkat bunga lebih rendah atas pinjaman modal
kerja bagi produksi barang untuk di ekspor. Sedangkan premi ekspor adalah
pembayaran sejumlah uang tertentu oleh pemerintah kepada produsen yang telah
melakukan ekspor.
5.
Devaluasi
Devaluasi terjadi jika nilai tukar atau kurs
mata uang nasional secara resmi diturunkan terhadap mata uang asing. Dengan
kata lain, harga mata uang asing (valuta asing) dinaikkan. Misalnya, untuk
memberi $1 AS tadinya diperlukan Rp. 9.000,00 kemudian pemerintah menetapkan
devaluasi, yaitu sekarang kurs nya menjadi Rp. 10.000,00. Tujuannya adalah untuk
mendorong ekspor dan mengurangi impor karena impor barang dihitung dalam mata
uang nasional menjadi lebih mahal (walau dalam US dollar harganya tetap),
sehingga impor akan turun. Sebaliknya setelah devaluasi, harga barang dalam
negeri dalam US dollar menjadi lebih murah (walaupun harga dalam rupiah tetap)
sehingga akan mendorong peningkatan ekspor (permintaan dari negara lain
meningkat.)
6.
Pengendalian Devisa
Dengan cara exchange
control ( Pengendalian devisa ), jumlah devisa yang disediakan untuk barang
impor dibatasi. Importir yang hendak mengimpor barang tertentu harus memperoleh
izin (lisensi) untuk kemudian diberi suatu jatah (alokasi) devisa. Semua devisa
harus dikuasai oleh pemerintah pusat melalui bank sentral. Cara ini biasanya
digunakan di negara – negara sosialis tetapi umumnya ditolak di negara – negara
liberal yang menganut system ekonomi pasar.
Devisa adalah asset atau kewajiban finansial
yang digunakan dalam transaksi internasional yang dapat berbentuk valuta asing
(valas), surat – surat berharga (obligasi, commercial papers, saham, dan
sebagainya). Bank Indonesia mengawasi lalu lintas devisa yang dilakukan oleh
penduduk.
7.
Substitusi Impor
Untuk menurangi impor dan keteergantungan
terhadap luar negeri, maka produsen dalam negeri didorong untuk membuat sendiri
barang – barang yang sampai kini masih diimpor dari luar negeri.
8.
Perjanjian Internasional
Untuk memperlancar perdagangan antarnegara
sering kali diadakan perjanjian khusus. Perjanjian antara dua negara disebut
bilateral. Sedangkan perjainjian antara beberapa negara disebut multilateral.
Perjanjian perdagangan internasional dapat mengenai satu jenis barang tertentu
(misalnya perjanjian kopi, timah, karet) dapat juga mencakup bidang yang lebih
luas.
sumber 2http://penulis.web.id/contoh-hubungan-internasional.html
TUJUAN KEBIJAKAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
a. Melindungi Industri
atau Sektor-Sektor Lain di dalam Negeri
Negara-negara yang
tingkat pembangunan ekonominya masih rendah dan masih belum kuat cenderung menerapkan proteksi terhadap produk- produk serupa dari luar negeri (impor).
Khusus untuk sektor industri, kebijakan ini disebut kebijakan industri
anak/muda (Infant Industry), karena tujuannya adalah untuk melindungi
industri-industri di dalam negeri yang baru berdiri atau sedang tumbuh dari
persaingan barang-barang impor.
b. Mengurangi Defisit
Saldo Neraca Perdagangan
Banyak negara yang sedang serkembang (NSB) mengalami defisit di dalam saldo neraca perdagangan karena sangat
tergantung pada impor, sementara ekspor mereka relatif kecil atau total
nilainya terus menurun karena harga dari komoditas primer, khususnya
pertanian, yang menjadi ekspor utama mereka di pasar dunia terus merosot. Untuk
mengurangi defisit tersebut yang berarti menghindari dari kelangkaan cadangan
devisa (menghemat pemakaian devisa), kebijakan substitusi impor/ proteksi
biasanya menjadi pilihan utama.
C. Meningkatkan
Kesempatan Kerja
Strategi pembangunan
ekonomi atau industri dengan kebijakan substitusi impor juga sering diterapkan
di banyak negara sendang berkembang (NSB) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesempatan kerja di
dalam negeri. Negara yang sektor industrinya belum kuat terancam akan hancur
jika impor sepenuhnya dibebaskan, yang selanjutnya berarti peningkatan jumlah
pengangguran, terutama di negara-negara yang sektor padat karya lainnya seperti
pertanian, jasa, dan perdagangan tidak mampu menyerap pertumbuhan angkatan
kerja mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk.
Comments
Post a Comment